Sunday, March 25, 2018

Cerita Seks Sebelum Menuju Pernikahan

Cerita Seks Sebelum Menuju Pernikahan
CERITA DEWASA -  Mantan istriku yang kau ceraikan sejak 7 tahun yang lalu, dia memberikan perintah dari balk tembok yang aku dengar dari belakang, putri putri sedang diperintah oleh mantan istriku itu, Linda anak pertamaku saat ini mau melangsungkan pernikahannya , tentunya hari bahagia dimana putriku yang cantik itu dipersunting oleh kekasihnya.

Di usianaya yang masih 22 tahun itu Linda yang muda dan keras kepala memberitahuku bahwa dia akan menikah, dengan rasa berat hati dalam hatiku karena usianya masih muda itu, aku agak kecewa dan terguncang, tapi kekecewaan itu aku sembunyikan dengan mendoakan dan memasang wajah gembira.

Kisah Sedarah 2018 = Keponakan Terlalu Nafsu – Kurapikan dasi kupu-kupuku dengan bercermin di gang, aku melihat bayangan diriku dalam cermin, mengerutkan dahi merasa tak nyaman memakai pakaian resmi yang membatasi ini. Kuperhatikan diriku, rambutku masih terlihat hitam dan bersyukur karena kulihat bahwa sama sekali belum ada uban di usia empat puluh satu tahun ini.


Wajahku terlihat keras karena tahun-tahun travellingku dan sering keluar masuk di lingkungan yang keras yang notabene penuh asap dan alkohol. Dan ketika aku mempelajari mata lelaki dalam cermin ini, aku mendapatkan gambaran akan kehidupan yang menghantarku hingga di sini.

Aku jumpa Novi istriku saat kami berdua masih terlalu muda untuk membedakan mana yang baik, dan dia meyakinkanku si pemain gitar ini bahwa kami berdua akan bisa menaklukkan kerasnya dunia.

Dia adalah lulusan sebuah perguruan tinggi dengan pekerjaan tetap dan aku adalah seorang lelaki yang pergi bertualang dari kota satu ke kota lainnya berkeliling negeri ini. Anak-anak gadis kami lahir di awal perkawinan, yang membuat kami masih bertahan bersama sekitar lima tahun lamanya hingga akhirnya kami berdua menyadari bahwa hubungan ini sudah tak dapat dipertahankan lagi.

Dia bertemu dengan seorang pria lain yang mempunyai sebuah kehidupan yang stabil, yang menurutnya akan lebih baik untuk kehidupan kedua putri kami. Perceraian datang dan terjadi seperti perkiraan kami dan aku masih menetap di dekat mereka selama beberapa tahun sampai memperoleh sebuah lompatan besar sebagai pemusik studio di ibu kota.

Sejak saat itu, aku mencoba yang terbaik agar tetap bisa berhubungan melalui telepon, lewat kiriman foto, dan tour keliling yang sekali-kali singgah di dekat situ. Dan saat aku menatap dalam kaca, aku melihat sebuah penyesalan yang terpancar ke luar.

“Bapak, apa yang Bapak lakukan?” Aku kembali pada kesadaranku oleh suara putriku, Evita. Dia terlihat cantik bahkan di saat memakai baju pengiring pengantinnya yang menggelikan itu. Kulitnya yang kuning langsat dan rambutnya yang hitam pekat terlihat kontras dibandingkan dengan warna metalik dari pakaian itu.

Dia tersenyum dalam kecantikannya yang lugu dan menatapku dengan bingung. “Hanya mengenang masa lalu,” kataku. “Saat seperti ini membuat kamu berpikir kalau kamu telah membuat keputusan yang salah.

Bagaimana itu mempengaruhi hidup orang lain.” Dia menghiburku dengan pelukan dan mengusap bahu dan punggung lenganku. “Bapak lakukan apa yang harus Bapak lakukan,” dia berkata. “Aku tidak memusuhi Bapak.

Aku akan melakukan hal yang sama bila berada dalam posisi tersebut. Aku akan lebih memilih pengalaman hidup dari pada mengambil keputusan seperti yang diambil Ibu.” Pijatannya yang lembut menenangkan keteganganku, dan saat aku telah menjadi lebih santai aku sadari betapa aku menikmati dadanya yang menekan tubuhku.

Dengan tinggiku yang sekitar dua belas centimeter lebih tinggi daripada Evita, aku menggerakkan tanganku dari punggungnya yang kecil naik ke bahunya yang telanjang dan menekannya agar merapat padaku.

Dia membalas memelukku erat dan tersenyum dengan tidak berdosa. Kutundukkan kepalaku, dan memberinya sebuah ciuman ringan di atas dahinya, tetapi dia malah berjinjit pada jari kakinya dan dengan cepat menemukan bibirku. “O-o.., sebaiknya Ibu tidak melihat.

Dia mungkin akan cemburu. Atau Linda, mungkin.” dia tertawa genit. Aku tersenyum pada kelakarnya dan ketika dia berjalan sepanjang aula, aku tidak bisa mempercayai reaksinya pada perlakuanku yang dengan pelan memukul pantatnya.

“Mungkin nanti, Bapak bisa mencobanya saat aku tidak memakai pakaian gembung ini.” Gaunnya turun hingga ke bawah lututnya dan itu terlihat indah, kaki-kaki itu laksana sebuah magnet yang membuat mataku lengket selalu menatapnya saat menggerakkan keindahan ini, saat wanita muda itu melenggang pergi.

Aku membayangkan pantat yang manis dan kencang yang dia miliki. Aku juga membayangkan seperti apa rasanya pantat itu di dalam tanganku ketika dia menungganginya naik turun pada penisku, meneriakkan dengan histeris,

“Setubuhi aku, Bapak. Setubuhi putri kecilmu. Masukkan penismu dalam vagina panas putrimu.” Saat kepergok sedang memandangi dan mengkhayalkannya, aku melihat ke arah putriku yang menengok ke belakang.

Dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya saat dia berbelok di ujung gang itu. Kembali ke kenyataan, aku akan mengetuk pada pintu di mana pengantin wanita sedang bersiap-siap ketika mantan istriku Novi membuka pintu itu dan keluar.

“Rudi, kita harus bicara.” dia berkata dalam sebuah nada yang memperingatkan. Aku bergeser dari pintu untuk memberinya ruang. “Linda ingin agar Anton yang berjalan di sepanjang karpet itu.

Sekarang, kamu benar-benar tidak punya alasan untuk mengganggunya.” “Aku tidak peduli,” aku menjawab deklarasinya. Aku merasa terluka, tapi rasa bersalahku akan kehidupanku berkata bahwa ini adalah konsekwensi dari keputusan hidupku yang lain.

“Aku harap aku bisa bicara dengannya sebelum upacara,” kulirik arlojiku. Masih ada waktu satu jam. “Aku ingin meluruskan beberapa hal. Ingin mendoakan keberuntungannya. Hal-hal seperti itulah.” “Itu bukan ide yang baik,” kata Novi.

“Dia sedang bingung dengan siapa dia akan berjalan di karpet itu nanti. Dia terlalu emosional dan gelisah sekarang. Aku bilang padanya bahwa dia sudah membuat keputusan yang benar dan kamu akan memahami itu.”

Aku tidak ingin membuat masalah, dan aku bisa lihat aku tidak akan berusaha meleNovi sang penjaga pintu, maka kuanggukkan kepalaku dan berbalik. Aku berjalan ke dalam ruangan di mana sang pendeta sedang bersiap-siap dan berbicara dengannya untuk beberapa menit sebelum dia pergi untuk meyakinkan para pelayan altar agar tahu apa yang harus mereka lakukan.

Dia berkata bahwa aku boleh tetap berada di sini jika aku ingin, kuambil tawarannya dan duduk pada sofa kulitnya menghadap jendela dan melihat orang-orang yang memakai setelan jas resmi dan gaun pesta ke dalam gereja.

Pintu terbuka dan menutup di belakangku. Mengira kalau yang masuk adalah sang pendeta, aku berdiri dan bertanya.. “Apa pekerjaan mereka beres?” “Beres?” tanya Evita. “Ah. Aku pikir kamu si pendeta.” dia tertawa.

Evita menggantikan tempatku di sofa ketika aku berjalan di sekitar jendela dengan membayangkan hubungan seks sedarah kami. Kakinya bertumpu pada meja kopi di depan sofa menekuk lututnya saat dia mengayunkannya maju mundur, membuka dan menutup.

Gaunnya yang mulai tersingkap ke atas pahanya yang memperlihatkan lebih banyak bagian dari paha dalamnya. Gaunnya tersingkap hingga di atas lututnya, suaranya menggesek maju mundur menyelimuti detak jantungku yang terus meningkat.

Aku berjalan semakin dekat untuk senyuman lezat yang ingin kucicipi itu tetapi sadar kalau aku tidak bisa melakukannya. Putriku yang berumur sembilan belas tahun itu sedang menggodaku. Aku sering melihat ‘groupies’ untuk mengetahui tentang apa arti dari godaan, tetapi groupies lebih blak-blakan.

Semua orang tahu apa yang mereka inginkan. Ada sesuatu yang disembunyikan di sini, kami berdua tahu apa yang akan terjadi. Aku yakin kami berdua bukanlah orang ‘suci’. Tapi godaan ini tak akan berakibat apa pun.

Tidak ada apa pun yang bisa. Itu salah. Kami tidak bisa membiarkan sesuatu itu terjadi. Sesuatu yang bersifat seksual. Dia membuka kakinya lebih lebar, seperti sebuah undangan agar datang menikmatinya.

Gaunnya bergerak lebih tinggi dan aku menangkap sebuah pandangan sekilas dari sabuk stocking yang membungkus di sekitar paha indahnya. Evita menurunkan kakinya ke lantai dan aku takut kalau aku akan menerkamnya, aku telah berbuat keterlaluan dengan nafsu pada keindahan pahanya.

Paha yang aku inginkan untuk melingkari tubuhku, yang kutelusuri dengan tanganku. Tetapi dia masih tersenyum saat aku memandangnya, memainkan pikiranku. Dia ingin agar aku duduk pada meja di depannya dan aku melakukannya, tidak ingin mengecewakan wanita muda ini.

“Tetaplah di sini,” dia berkata. Aku mematuhi dan menutup wajahku dengan tangan, berusaha meredakan pikiranku yang penuh gairah. Aku ingin kehangatan dari seorang wanita, dan aku ingin merasakan kehangatan itu pada penisku.

Aku ingin dadanya di tanganku, pahanya bergesekan dengan milikku. Aku menginginkan perhatian dan cintanya. Itu salah, atau kira-kira itulah yang mereka katakan, untuk bEvitafsu pada wanita yang aku inginkan.

Tetapi melihatnya mengayunkan paha, menggesekkan ke depan dan ke belakang, membayangkan itu adalah vaginanya yang menggesek, menelan penisku, merintih dengan penuh gairah ketika aku memompa keluar masuk tubuhnya, aku telah sampai di garis tepi itu.

Tanganku menutupi wajahku, pikiranku menjadi liar. Aku mendengar suara pintu di seberang ruangan ditutup di belakangku yang diikuti oleh suara mengunci pintu itu. Sepertinya ada dua orang di sana.


Aku mengintip dari tanganku dan melihat seorang pengantin wanita yang paling cantik dalam hidupku. Tingginya yang sama dengan adiknya, dia mempunyai sebuah wajah yang sama cantiknya dan bentuk tubuh sempurna yang tak berbeda.

Jika rambutnya tidak lebih panjang, pasti akan sulit untuk membedakan mereka. Aku berdiri, penisku masih keras tapi tersembunyi oleh pakaian resmi yang kupakai. Malu dengan pemikiranku akan Evita, aku mendekati Linda yang mengenakan gaun pengantin anggun, menggairahkan.

“Sayang, kamu cantik sekali,” kataku. Paha Linda yang terlihat menyembul dari balik gaun putihnya hampir membuatku meledak di dalam celana dalamku. Jasku sedang dibuka oleh seseorang di belakangku.

Aku menoleh dan menemukan Evita. Keinginan yang penuh gairah kembali lagi. Linda tersenyum pada Evita dan melihat mata Linda, aku tahu putri bungsuku pasti tersenyum juga. Aku mulai untuk mencoba katakan sesuatu, tapi Linda memotong.. “Bapak,” dia berkata. “Bapak yang manis, lembut..”, katanya lagi.

Dia bergerak semakin dekat kepadaku seiring kurasa tangan Evita mengelus lenganku kemudian menyeberang ke dadaku. Aku pikir aku sedang bermimpi dan aku ingin terbangun agar aku bisa segera melakukan masturbasi dan mengeluarkan bayangan ini dari pikiranku.

Tapi ini bukan sebuah mimpi. “Aku tahu Bapak merasa bahwa sepertinya Bapak sudah menelantarkan kami. Tapi, kami tahu bahwa Bapak sudah mencoba yang terbaik. Kami tahu bahwa Ibu saja yang sulit menerimanya.”

“Kami mencintai Bapak. bersama sangat berharga.” Evita menambahkan ketika dia tetap membelai dadaku, kemudian dia dengan lembutnya mencium leherku. Nafasnya yang halus menggetarkan tubuhku.

“Sebenarnya, kami sangat menginginkan Bapak,” kata Linda saat dia telah dengan sepenuhnya merapat. “Ini adalah khayalanku,” katanya sebelum dengan singkat mencicipi bibirku. Tanganku bergerak ke bawah gaun pengantinnya, meluncur di atas kedua pahanya.

Dagingnya yang halus tidak mengenakan stocking. Saat tangan kiriku mencapai kelembabannya, rambut kemaluannya, aku tahu dia ingin disetubuhi.

Penisku semakin keras saat lidah bEvitafsu Linda menjadi lebih agresif dan mengatakan padaku bahwa penis Bapaknya inilah yang dia inginkan di dalam vaginanya. “Katakan pada Bapak betapa kamu sangat menginginkan dia, Linda.” Evita sudah pindah dari belakangku ke belakang Linda.

Saat aku sedang mengelus paha Linda dengan satu tangan dan menggoda bibir vaginanya dengan jari dari tangan yang lainnya, Evita sedang mengelus dada kakaknya dan mencium lehernya dan memegangi telinganya.

Kemudian aku merasa tangan Evita bergabung dengan tanganku dalam merasakan vagina kakaknya yang basah. “Ohh, ya, Bapak,” erang Linda lirih. Celana dalamku terlepas dan putriku mendapatkan penisku di dalam genggaman tangannya.

Dia menyeka beberapa precum dengan jarinya dan menghisapnya ke dalam mulutnya sebelum menarikku kembali dalam sebuah ciuman. “Aku ingin Bapak menyetubuhiku, Bapak. Setubuhi gadis kecilmu yang nakal ini.” Vagina Linda yang panas adalah hal terbaik yang pernah dirasakan jariku, dan saat dia menjauh, mereka dibuatnya sedih.

Tetapi dia lalu duduk di atas sofa, lutut ditekuk dan kaki mengangkang terbuka, seperti yang dilakukan Evita sebelumnya. Dia menyingkap gaunnya hingga dapat kulihat gundukan dagingnya yang menggairahkan di bawah gaun pengantinnya.

Evita memanfaatkan kesempatan yang ditinggalkan kakaknya untuk berlutut dan mengambil penis kerasku ke dalam mulut mudanya. Aku membungkukkan kepalaku dan membelai rambutnya saat dia menghisap batang tebalku.

Melalui mataku yang hampir terpejam, aku bisa melihat Linda yang memainkan kelentitnya, menjilat sari buahnya. Linda tidak bisa membendungnya lagi, dan tak pasti berapa lama hisapan adiknya yang sempurna ini sanggup kuhadapi, sebab dia perintahkan padaku agar datang padanya.

“Kemarilah dan setubuhi aku, Bapak. Aku ingin penis besar Bapak di dalam vagina panasku sekarang. Aku ingin kita keluar bersama.” Evita mendengar rintihan kakaknya dan melepaskanku dari genggamannya, mendekat ke Linda.

Kedua putriku mulai saling mencium, Evita memberi kakak kandungnya sebuah rasa dari apa yang akan segera dialami vaginanya. Aku bergerak di antara paha Linda, meluncurkan tanganku pada daging yang paling berharga yang kutahu, putriku.

“Ohh, Sayang. Kamu sangat indah. Bapak tidak bisa mencegahnya. Penisku terasa sakit karena kamu.” Aku mengagumi kecantikan dan keindahannya dan mendekatkan wajahku pada vagina basahnya.

Sari buahnya sangat merangsang dan lidahku melingkari bibirnya, mengambil cintanya di dalamnya. “Ohh, Bapak,” desahnya saat aku menyisipkan lidahku sedalam-dalamnya, kemudian menarik keluar dan mencicipi daging yang melingkupi kelentitnya.

“Aku sangat ingin Bapak menyetubuhiku.” Penisku tidak bisa kutahan lagi. Aku harus merasakan kehangatan putriku pada penisku. Aku bangkit dengan perasaan yang sangat bersemangat mendapatkan seorang wanita muda yang dengan sepenuhnya mengharapkanmu dalam hidupnya dan melihat Evita yang sedang menghisap puting susu kakaknya.

Kupegang penisku mengarah ke daging basah Linda yang membuka, merasakan darahku terpompa di bawah jariku. Pelan-pelan kuselipkan dalam sebuah dorongan pendek, kehangatannya terasa berlimpah saat aku mempertimbangkan konsekwensi tindakan terlarang ini.

Aku menginginkan wanita muda ini, putri kandungku sendiri. Linda melingkarkan kakinya di punggungku, seolah-olah merasakan keraguanku, dan menarikku dengan penuh ke dalamnya. “Kumohon, setubuhi aku.Ohh Tuhan, penis besar Bapak terasa hebat.

Keluarlah di dalamku, Bapak. Aku ingin merasakan sperma Bapak menetes ke kakiku saat aku katakan janjiku di depan pendeta.” “Ohh, sayang. Vaginamu sangat panas dan ketat di penis besar Bapak. Ini adalah vagina terbaik yang kurasakan.

Bapak ingin menyetubuhi kedua putriku melebihi apa pun di dunia ini.” aku memompanya dengan penuh cinta, tetapi perasaan ini tumbuh terlalu liar untuk dikendalikan. “Katakan kamu ingin Bapakmu bagaimana, Sayang.”

“Ohh Tuhan. Aku keluar Bapak. Keluarlah bersamaku.” pinggulnya menusukkan vaginanya lebih ke dalam penisku. “Setubuhi putrimu lebih keras,” Evita memerintahkan. Aku memandang dari nafsu kusamku untuk melihat kedua anak gadisku saling melilitkan lidahnya dalam mulut mereka satu sama lain

“Vaginamu sangat nikmat di penis kerasku, sayang. Bapak akan keluar. Aku mencintaimu sayang.” Lalu, kedua tubuh kami meledak dalam sebuah orgasme yang tak terkendalikan. Gelombang demi gelombang spermaku kupompa ke dalam putriku, vaginanya memijat keluar tiap-tiap tetesan akhir, kakinya menekan pantatku merapat kepadanya.

Kemudian penisku mengecil di dalam vagina Linda, dan aku memberinya sebuah ciuman penuh kasih. “Aku mencintaimu, Linda. Akan kulakukan apa pun untukmu. Untuk kalian berdua.” “Itu bagus,” kata Evita saat dia melangkah keluar dari pakaian pengiring pengantinnya, bra hitamnya dan sepatu bertumit tinggi yang dia kenakan, sangat cocok padanya.

“Sebab aku mulai cemburu melihat penis besar Bapak di dalam vagina Kakak.” dia menggantikan posisiku di antara kaki kakaknya ketika aku bergeser ke samping. Putri-putriku yang nakal mulai saling berciuman dan aku memindahkan meja menjauh agar aku dapat berdiri di belakang Evita.

Linda melepaskan bra adiknya yang memberi efek langsung pada penisku yang mengeras, tetapi itu masih belum sepenuhnya siap benar. Tanganku mengelus pinggul Evita ketika aku menggosokkan penisku pada pantat dan sela pahanya.

Aku merasa dia akan bangkit, maka kuberi ruang padanya saat aku menyadari bahwa dia sedang turun pada kakaknya. Mata Linda terpejam, tapi aku bisa melihat kesenangan yang murni pada wajahnya ketika adiknya mencicipi campuran dari orgasme adik dan Bapaknya.

Evita telah siap untuk disetubuhi. Dia membentangkan kakinya terpisah dan dengan sepatunya yang bertumit tinggi dan kepalanya turun pada kakaknya, pantatnya bergoyang dengan sempurna. Aku harus mencicipinya dulu.

Maka aku turun ke atas lantai di antara kakinya, dan mengangkat kepalaku ke atas, mulai menjilati vagina basahnya. Dia membantuku dengan satu jarinya yang menggosok kelentitnya ketika aku menjilat ke dalam bibir vaginanya.

Rintihannya mengirimku ke garis tepi itu. Kami semua tidak mampu membendungnya lagi. Aku bangkit di belakangnya dengan tanganku memegangi pinggulnya, masih mengayun dan kakinya lebih jauh terpentang, lidahnya masih memberi kenikmatan pada kakaknya lebih lagi.

Aku menatap pahanya, ditopang oleh tumitnya, dan teringat dia saat berjalan di sepanjang aula itu. Dengan memejamkan mata, aku menarik kami bersama, penis gemukku menekan jauh ke dalam vaginanya yang hangat dan basah. “Ohh, Evita.” aku mengerang dalam masing-masing ayunanku yang lembut.

“Sayang, kamu sangat seksi.” tanganku meremas pantat dan pinggulnya yang bergerak seiring ayunanku. “Melihatmu mengoral kakakmu membuat Bapak akan keluar lagi.” “Bapak, penis besar Bapak terasa sangat nikmat bergerak keluar masuk.

Pelanlah agar kita dapat keluar bersama.” Aku memenuhi harapannya. Bergerak dengan penuh rasa nikmat dalam gerakan lambat saat aku ingin menusuknya yang terakhir kalinya dengan dalam, aku menahan diriku.

Bola zakarku mengencang untuk pelepasan, penisku tumbuh lebih gemuk, aku harus melepaskan tali orgasme ini. Pemandangan dari kedua putriku bersama dengan Bapak mereka, perasaan keduanya yang membungkusku, mencintaiku, membuatku berakhir, tak bisa lagi kukendalikan.


Perutku mulai mengencang. “Sayang, Bapak keluar.” aku merasa spermaku bergerak dari dalam tubuhku bersiap untuk meledak dengan tiap tusukannya. “Keluarlah di dalamku, Bapak. Campurkan dengan milikku.” Aku sudah menunggu terlalu lama.

Kontraksi putriku di sekitar batangku meledakkan sperma dari penisku. “Brengsek,” aku mengumpat dalam hati saat aku tetap memompa anak gadisku, mataku terpejam tak menghiraukan dunia ini. Sebelum sperma terakhirku habis, aku merasa seseorang memegang lengan tanganku. Itu adalah Linda.

Dia berlutut menuju ke pantat adiknya dan menarikku ke luar. Evita berpaling dengan kelelahan yang terlukis pada wajahnya dan tersenyum saat kakaknya berkata.. “Aku ingin mencium suamiku dengan rasa dari dua orang yang paling kucintai di dalam mulutku. Adik dan Bapakku tersayang.” Lalu aku menutup mataku dan merasakan mulut indah lembutnya, memeras sperma terakhir keluar dari tubuhku. 

No comments:

Post a Comment

About

authorHello, saya wilvia novy disini saya akan membagi pengalaman sex saya dan pengalam sex rekan saya. Penasaran dengan ceritanya baca terus ya di cerita dewasaenak.blogspot.com
Learn More →



Tags